Begini Kisah Susanto Raup Rp15 Juta per Panen dari Bisnis Ikan Nila
Begini Kisah Susanto Raup Rp15 Juta per Panen dari Bisnis Ikan Nila – bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat.
Ikan nila merupakan salah satu komoditas perikanan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat saat ini, salah satunya download aplikasi idn poker Susanto. Pelaku budi daya nila asal Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta ini memilih membudidayakan ikan air tawar tersebut lantaran perawatannya yang praktis dan punya nilai jual tinggi.
Menurut Susanto, ikan nila termasuk mudah untuk dibudidayakan sebab risiko kematiannya kecil. Selain itu, pengelolaan kolam-kolam budi daya nila tidak membutuhkan banyak pekerja, sehingga bisa dilakoni secara mandiri.
“Saya tertarik budi daya nila karena praktis. Kemudian risikonya tidak terlalu besar, tenaganya juga gak begitu banyak. Itu poin utama dari budi daya ikan disini. Ikan nila paling gampang untuk dibudidayakan karena risiko kematiannya kecil,” ujar Susanto.
1. Susanto berhasil meraup untung Rp15 juta per kolam
Susanto menekuni budi daya nila sejak 1998. Bersama tujuh rekannya, dia tergabung dalam Kelompok Budidaya Mina Taruna Garongan. Lantaran fokus dan tak kenal menyerah, usaha mereka berhasil berkembang.
“Dari setiap panen, saya bisa mengantongi Rp15 juta per kolam. Sedangkan anggota kelompok di rentang Rp5 juta sampai Rp8 juta,” tuturnya.
2. Permintaan nila tidak surut meskipun di hantam pandemik COVID-19
Hantaman pandemik COVID-19 sejak Maret 2020 diakui Susanto sempat memengaruhi usaha nila konsumsi yang di lakoni. Ancaman naiknya harga pakan hingga hasil panen yang tak terserap, sempat membuatnya khawatir. Namun, kekhawatiran itu berangsur-angsur hilang seiring permintaan yang terus datang dan harga pakan yang ternyata stabil.
“Ikan nila produksi kami sudah di pasarkan di berbagai tempat, baik secara eceran maupun skala besar. Pasarnya meliputi berbagai daerah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah,” kata Susanto.
3. Susanto meningkatkan produksi nila melalui teknologi kincir
Susanto mengatakan inovasi dan teknologi menjadi unsur yang tidak bisa di pisahkan untuk memperoleh hasil panen yang maksimal dan bermutu. Berbekal pengalaman berimprovisasi, akhirnya Susanto menemukan sistem penggunaan kincir untuk meningkatkan produksi nilanya. Teknologi kincir itu dinamai “sibudidikucir”.
“Saya banyak dibantu oleh pemerintah seperti pembinaan, pendampingan, dan berbagai bentuk bantuan seperti kincir, bantuan induk, dan pelatihan. Saya berharap dukungan ini terus berlanjut,” ujarnya.
4. KKP genjot budi daya perikanan
Sebagai informasi, pengembangan perikanan budi daya dalam negeri memang tengah di genjot pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyebut potensi lahan budi daya di Indonesia masih sangat luas, baik untuk komoditas air tawar, payau, juga laut.
Tak hanya itu, tren konsumsi hasil perikanan meningkat dari tahun ke tahun sehingga sub sektor ini menjanjikan nilai ekonomi yang tinggi. Sejumlah program pun sudah disusun KKP untuk pengembangan perikanan budi daya ini.
Salah satu program adalah pembangunan kampung-kampung budi daya, seperti Kampung Lele, Udang, Patin, hingga Kampung Kerapu yang prosesnya akan melibatkan elemen masyarakat dan pemerintah daerah. Ada juga program Millenial Shrimp Farm (MSF) atau tambak udang milenial yang pengelolaannya sebagian besar menggunakan teknologi.